Kamis, 18 Agustus 2011
kisah sebuah kehidupan
Alkisah di suatu desa di tepi hutan tinggal seorang kakek tua dengan putra tunggalnya. Mereka hidup dari beternak kuda
yang diambil susu dan
dagingnya. Sang putra kerjanya sehari-hari menggembalakan
beberapa ekor kuda yang mereka miliki ke padang rumput.
Suatu hari seperti biasa putranya
membawa kuda-kuda merumput ke lapangan. Karena kelelahan dia tertidur di bawah sebatang pohon rimbun. Saat terbangun,dia terkejut karena dia mendapati kuda-kudanya tidak
di lapangan lagi, tetapi entah hilang ke mana. Dia mencari-cari mereka, tetapi berakhir dengan
sia-sia. Akhirnya, dengan langkah
gontai, dia pulang ke rumah.Berita kakek tua kehilangan kuda-kuda peliharaannya
membuat gempar desa kecil tersebut. Para tetangga segera
berdatangan menyatakan duka
mendalam atas kemalangan yang
menimpa keluarga kakek itu. Seorang tetangga sambil menenangkan kakek tua berkata,
“Sungguh malang nasibmu, Pak
Tua. Semua kudamu telah tiada.
Sia-sia jerih payahmu selama ini.
Sungguh malang nasibmu.”
Kakek tua terdiam sejenak, lalu
menjawab, “Saya tidak merasa
kemalangan, hal ini biasa saja. Semua ini hanya bagian dari
kehidupan.”
Para tetangga bingung dengan
tanggapan kakek tua, dan merasa kasihan karena dia mungkin hanya sekedar menghibur diri. Lalu mereka semua meninggalkan keluarga kakek tua untuk memberikan
kesempatan kepadanya untuk
menenangkan diri.
Beberapa hari berlalu. Dan suatu pagi, terjadi kegemparan. Ternyata pada malam
sebelumnya kuda-kuda kakek tua
kembali lagi ke kandangnya. Dan
bersama dengan mereka ikut segerombolan kuda liar dari hutan. Dalam sekejap mata kakek
tua memiliki banyak kuda. Berita ini kembali menggemparkan seisi desa. Para tetangga datang memberikan selamat atas keberuntungan ini.
Semua memuji bahwa nasib kakek semakin baik di hari tuanya. Mereka berucap, “Sungguh beruntung nasibmu, Pak Tua. Sekarang kamu memiliki kuda paling banyak dan menjadi
orang paling kaya di desa kita.”
Kakek tua hanya menggelengkan
kepala sambil menjawab, “Saya
merasa biasa-biasa saja. Ini hanya sekedar satu peristiwa dalam hidup saya. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”
Para tetangga semakin bingung
dengan sikap kakek tua yang agak aneh itu. Mereka
menganggapnya orang yang
tidak tahu bersyukur dalam hidup. Lalu mereka
meninggalkan kakek tua yang
semakin membingungkan
mereka itu.
Beberapa hari berlalu. Seperti biasa, putra kakek tua secara berkala mencari kayu bakar di hutan untuk keperluan memasak.
Pagi-pagi putranya berangkat ke
hutan, dan sesampainya di sana,
mulai menebang pohon untuk
mengambil batang kayunya. Karena kurang hati-hati, suatu ketika kapak yang dia ayunkan ke batang pohon meleset dan
menebas kaki kanannya. Kakinya
mengalami pendarahan dan luka
yang parah. Dia akhirnya diselamatkan oleh penduduk desa yang kebetulan lewat. Berita tentang kecelakaan putra
kakek tua kembali
menggemparkan desa. Beramai-
ramai mereka datang ke rumah kakek tua untuk membesuk putranya. Mereka merasa kasihan
dan berusaha menghibur kakek
tua karena putranya bakal menderita cacat seumur hidup.
“Sungguh malang nasibmu, Pak
Tua. Putra satu-satumu sekarang
cacat. Siapa lagi sekarang yang
membantu dan menjagamu?”
Kakek tua hanya diam membisu, tertegun merenung, lalu menjawab, “Bagi saya ini hal yang biasa. Demikianlah yang
seharusnya terjadi. Semua ini hanya bagian dari kehidupan.”
Para tetangga semakin bingung
dengan jawaban kakek tua. Kali
ini mereka menganggap kakek
tua ini bukan saja orang yang aneh, tetapi mungkin sudah hampir gila. Lalu, mereka tanpa
banyak bicara meninggalkan kakek yang mereka anggap lain dari biasa itu.
Beberapa hari berlalu. Suatu hari desa itu kedatangan tentara kerajaan yang sedang mencari pemuda-pemuda sehat untuk diikutsertakan berperang karena
kerajaan sedang diserang musuh. Semua pemuda yang sehat dari desa itu diambil paksa untuk ikut kewajiban membela kerajaan. Berhubung putra kakek tua cacat maka dia tidak ikut dibawa pergi. Maka kakek tua tetap dapat hidup tenang di masa tuanya dengan ditemani putra tunggalnya.
Cerita di atas memberikan inspirasi kepada kita tentang hakekat kehidupan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar